Davina Dan Trenggiling Yang Rendah Diri
Pada jaman dahulu hiduplah seorang gadis kecil bernama Davina. Davina adalah gadis kecil yang baik hati dan suka menolong. Dia juga memiliki sifat rendah hati, jujur, pemberani, dan cerdas. Dia tinggal di perkampungan bernama Sampangan yang terletak di tepi hutan Bukit Menoreh. Suatu hari Davina sedang berjalan-jalan di hutan ketika tiba-tiba dia melihat Trenggiling sedang duduk sendirian di bawah pohon. Davina merasa kasihan dan menghampirinya untuk bertanya apa yang terjadi.
“Hai Trenggiling, kenapa kamu sedih?” tanya Davina dengan penuh simpati.
Trenggiling menjawab dengan suara serak, “Orang tuaku baru saja meninggal dan aku merasa sangat kesepian. Selain itu, aku sering dibuli oleh gerombolan babi hutan di kawasan sini. Mereka membuat aku merasa rendah diri dan tidak berguna.”
Davina merasa iba melihat Trenggiling yang begitu sedih dan kehilangan semangat. Dia berjanji akan membantunya dan mengajak Trenggiling untuk bergabung dengannya berjalan-jalan di hutan.
Namun, tak lama kemudian mereka bertemu dengan gerombolan babi hutan. Pemimpin gerombolan itu bernama Sang Celengking. Artinya sang raja babi hutan. Dia terkenal bengis tetapi sebenarnya hatinya pengecut. Dia berani berbuat semena-mena karena mengandalkan jumlah anggota gerombolannya.
Gerombolan itu menghadang di tengah jalan dengan pimpinannya yang berbadan kekar mengancam di depan. Mereka memperingatkan Davina dan Trenggiling untuk tidak melintasi wilayah mereka. Davina memperkenalkan diri dan mencoba menjelaskan situasinya, namun para babi hutan tidak mau terima dan malah mengancam akan memanggil beruang raksasa untuk mengusir mereka.
Mendengar ini Trenggiling menjadi semakin takut dan merasa tidak berdaya, tetapi Davina tetap tenang dan mencoba berbicara dengan para babi hutan dengan bahasa yang penuh kasih.
“Maafkan kami, kami tidak bermaksud menyusup ke wilayah kalian. Kami hanya ingin berjalan-jalan di hutan dan menikmati keindahannya. Kami menghargai keberadaan kalian dan tidak ingin merusak lingkungan kalian,” kata Davina dengan suara yang lembut.
Davina memahami betul betapa serius ancaman para babi hutan itu, namun dia tidak ingin menyerah begitu saja. Meski tidak yakin dengan ancaman Sang Celengking, dia merasa bahwa mengganggu beruang raksasa bukanlah solusi terbaik, karena itu akan merusak lingkungan dan memperburuk situasi.
Sang Celengking yang memimpin gerombolan itu menjawab, “Davina dan Trenggiling, kalian telah melanggar daerah kekuasaan kami. Kami peringatkan kalian sebelumnya untuk tidak menginjak-injak wilayah kami.”
“Kami tidak bermaksud mengganggu wilayah kalian. Kami hanya ingin melewati wilayah ini untuk mencapai tujuan kami,” kata Davina tenang mencoba menjelaskan.
Sang Celengking tampak tidak sabar dan berkata ketus, “Alasan apa pun yang kalian miliki, kalian tetap melanggar daerah kekuasaan kami. Jadi, kalian harus membayar upeti setiap bulan sebagai ganti rugi.”
Trenggiling yang bingung bertanya, “Upeti? Apa itu?”
Davina menjelaskan pada Trenggiling bahwa upeti adalah pembayaran yang diminta sebagai pengganti untuk melanggar suatu aturan atau hukum.
Sang Celengking kembali mengambil sikap tegas dan berkata, “Ya, kalian harus membayar upeti setiap bulan sebagai kompensasi. Kalau tidak, kami akan memperlakukan kalian sebagai musuh.”
Davina menggelengkan kepala dan berkata, “Aku tidak setuju dengan cara ini. Kami tidak punya niat jahat dan kami tidak akan membiarkan kalian memeras kami.”
“Heheheh… Kamu sangat naif, Davina. Kamu dan temanmu melanggar wilayah kami dan itu artinya harus ada konsekuensi. Kalian harus mengakui kesalahan kalian dan membayar upeti setiap bulan atau kalian akan mendapat hukuman,“ kata Sang Celengking sambil tertawa sinis.
“Kami tetap tidak akan membayar upeti atau membiarkan kalian memeras kami. Kami akan mencari jalan lain untuk menyelesaikan masalah ini,” jawab Davina bersikap teguh.
“Kalian akan menyesal telah menolak tawaranku. Kalian telah menjadikan diri sebagai musuh dari gerombolan babi hutan!” ancam Sang Celengking dengan wajah semakin tidak suka.
“Kami berharap dapat menyelesaikan masalah ini dengan cara damai. Jangan pernah meremehkan kekuatan kedamaian dan kerja sama yang baik di antara kita,” kata Davina sambil masih mencoba bersikap bijaksana dan bernegosiasi.
Sang Celengking menjadi geram karena keinginannya tidak dituruti. “Jangan berbicara bodoh, Davina! Kalian harus membayar upeti dan mengakui kesalahan kalian, atau kalian akan mendapat hukuman yang lebih berat lagi,” hardiknya.
“Mungkin ada cara lain yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah ini,” kata Davina kepada Trenggiling sambil berpikir keras. Ketika Trenggiling melihat betapa Davina bersungguh-sungguh mencari solusi, dia merasa terharu dan merasa yakin bahwa Davina pasti bisa menyelesaikan masalah ini.
“Davina, aku percaya padamu. Kamu sangat berbakat dalam menyelesaikan masalah sulit. Aku yakin kamu akan menemukan cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini,” ujar Trenggiling sambil tersenyum. Davina tersenyum kembali dan berpikir keras. Setelah memikirkan dengan cermat, dia mendapatkan ide yang brilian.
“Dengar, mengapa kita tidak mencoba menemukan cara yang lebih damai dan menghargai keberadaan mereka? Mungkin kita bisa menemukan jalan yang lebih baik daripada harus menggunakan kekerasan,” lirih suara Davina pada Trenggiling.
“Mungkin kita bisa membantu mereka menyelesaikan masalah yang selama ini mereka hadapi sehingga mereka tidak jadi berangasan seperti itu. Pasti ada akar masalahnya, dan kalau itu terselesaikan semua akan berakhir dengan cara damai,’ sambung Davina.Trenggiling terkesan dengan ide yang diutarakan oleh Davina dan langsung merasa senang.
Bagi gerombolan babi hutan, diskusi kecil anatara Davina dan Trenggiling yang saling berbicara pelan terlihat seperti mengulur waktu. Gerombolan babi hutan itu justeru menjadi semakin marah. Tanpa dikomando mereka mulai menyerang. Dengan sengit mereka mulai menyeruduk dan mencoba menggigit dan mencongkel dengan taringnya yang panjang. Namun, Davina tidak gentar dan dengan cepat mengambil tindakan untuk melindungi dirinya dan Trenggiling. Dengan gerakan yang cepat dan terampil, Davina mampu menahan serangan mereka. Meskipun gerombolan babi hutan menyerang dan mengancam, Davina tetap tenang dan berusaha menahan serangan mereka. Dia menghindari serangan dengan lincah dan tangkas, dan mencoba untuk tidak melukai mereka.
Davina tidak ingin melukai atau membunuh para babi hutan karena dia tahu bahwa itu tidak akan menyelesaikan masalah dengan baik. Sebaliknya, Davina memilih untuk menahan serangan mereka dengan lembut dan penuh kasih sayang . Dia menggunakan kekuatannya untuk menenangkan para babi hutan dan meminta mereka untuk berhenti menyerang. Trenggiling yang awalnya takut menjadi semakin percaya diri melihat kemampuan Davina dalam menghadapi serangan para babi hutan. Dia merasa terinspirasi dan bertekad untuk memberikan dukungan yang maksimal kepada Davina.
“Aku akan membantumu, Davina!” kata Trenggiling dengan semangat. Tak berapa lama tubuh trenggiling mengeluarkan kekuatan sehingga seperti terlindungi dengan baju perang dari sisiknya. Davina merasa senang dan berterima kasih atas dukungan Trenggiling. Keduanya bekerja sama dengan baik untuk mengatasi serangan para babi hutan.
Sambil menjaga posisi dan melindungi Trenggiling Davina tetap mencoba bernegosiasi, “Kami tidak bermaksud mengganggu wilayah kalian. Aku hanya ingin membantu teman aku yang sedang kesulitan. Tolong berhenti menyerang kami.”
Sang Celengking yang merasa serangan-serangan mereka tidak mempan semakin marah dan berteriak, “Kalian semua adalah ancaman bagi kami! Kami tidak akan membiarkan kalian menginjak-injak wilayah kami!”
“Bentuk formasi. Kepung lebih rapat!” seru salah satu dari gerombolan babi hutan itu.
“Grog! Grog! Grrr….” terdengar bunyi endusan hidung mereka bersahutan tanda mereka semakin bernafsu untuk menyerang.
Kali ini Trenggiling jadi gentar. Sambil memandang ke sekeliling yang dikepung gerombolan babi hutan yang matanya merah karena marah dan hidungnya yang besar mendengus-dengus mengeluarkan uap, setengah putus asa dia bertanya, “Davina, apa yang harus kita lakukan sekarang?”
“Jangan khawatir, Trenggiling. Aku akan melindungimu,” jawab Davina tetap tenang dan fokus.
Serangan gerombolan itu mereda lagi karena selalu menemui jalan buntu. Gerombolan itu bergerak sambil bersahutan mengeluarakan suara dengusan. Mereka membentuk lingkaran dan mencari siasat baru untuk merobohkan Davina dan Trenggiling.
“Huh! Kalian jangan sombong ya! Jangan anggap remeh kekuatan kami! Kami juga akan memanggil beruang raksasa untuk menghancurkan kalian!” Sang Celengking mengancam lagi.
Sebenarnya Davina tahu bahwa Beruang raksasa adalah penunggu hutan yang tidak mudah diperintah-perintah. Binatang kuno itu justru akan marah jika ketenangannya diganggu. Jadi sebenarnya Sang Celengking hanya menggertak sambal saja. Maka tanpa rasa takut Davina masih berusaha membujuk, “Aku tidak ingin terjadi kekerasan di antara kita. Marilah kita mencari jalan damai untuk menyelesaikan masalah ini. Aku tahu beruang raksasa tidak mudah diganggu. Jadi jangan sangkut-sangkutkan ini dengan dia.”
Sang Celengking agak terkejut rahasianya ketahuan, tetapi dia cepat-cepat menepis keterkejutannya dengan membentak, “Apa yang kau bicarakan? Omong Kosong!”
Masih dengan sikap waspada akan serangan berikutnya, Davina menjelaskan dengan tenang, “Aku mengerti bahwa kalian ingin melindungi wilayah kalian, tetapi kami tidak memiliki niat jahat. Kami hanya ingin melewati wilayah ini untuk mencapai tujuan kami. Jadi, bagaimana kalau kami menemukan jalan yang aman dan tidak mengganggu wilayah kalian?”
“Berisik!” hardik salah satu anak buah Sang Celengking. Sedetik berikutnya dia dan dua temannya sudah lepas dari lingkaran dan tiba-tiba menyeruduk Davina. Sementara Davina agak kerepotan, dua ekor babi hutan secara bersamaan menyerang Trenggiling dari kiri dan kanan. Trenggiling yang lepas dari perlindungan Davina terpental dan jatuh bergelundungan sambil mengaduh kesakitan. Untung dia memiliki kulit tubuh berbentuk seperti sisik buah salak yang kuat. Davina merasa marah dan kesal melihat perlakuan kasar dan curang itu. Dia berteriak marah, “Berhenti! Ini sudah cukup!”
Anak buah Sang Celengking dengan sombong mencibir dan berkata, “Hei, apa yang akan kamu lakukan, seorang gadis kecil seperti kamu?”
Davina dengan tenang menjawab, “Aku mungkin seorang gadis kecil, tetapi aku memiliki keberanian dan kemampuan untuk melindungi diriku dan orang yang aku sayangi. Aku tidak akan mundur meskipun dihadapkan pada rintangan yang sulit. Aku akan berjuang hingga akhir untuk mencapai tujuan aku .”
Babi hutan itu semakin marah dan bersiap untuk menyerang lagi, tetapi kali ini Trenggiling bangkit dan melangkah maju, Rasa percaya dirinya tumbuh karena saat terjatuh oleh serangan mereka ternyata tubuhnya tidak cidera, di samping itu melihat tekad baja Davina dia jadi seperti mendapat pencerahan luar biasa. Lalu dengan berani dia berkata, “Tunggu dulu. Davina tidak sendirian, dia memiliki teman-teman yang akan membantunya. Jangan salah, kami tidak akan mundur dengan mudah.”
Babi hutan itu menggelengkan kepalanya dan berkata, “Kalian berdua tidak tahu dengan siapa kalian berurusan. Kami adalah gerombolan babi hutan terkuat di sini, dan tidak ada yang bisa mengalahkan kami. Hahahaha.”
Davina dengan tenang menjawab, ” Aku memiliki keberanian dan kemampuan yang cukup untuk melindungi diri aku dan orang yang aku sayangi. Aku juga mempunyai tongkat sakti ini yang bisa membuat waktu berhenti. Sekarang, apakah kalian akan berhenti dan menyerahkan diri kalian, atau harus aku paksa untuk melakukannya?”
Para anak buah Sang Celengking terlihat terkesiap mendengar jawaban Davina yang sangat percaya diri. Apalagi Davina benar-benar menunjukkan tongkat saktinya yang berwarna keemasan. Mereka tidak percaya seorang gadis kecil bisa begitu berani dan pandai bertarung. Meski agak gentar, gerombolan babi hutan itu terus merangsek maju. Namun, Davina dan Trenggiling tidak gentar dan tetap siap menghadapi apapun yang akan terjadi. Mereka semakin memiliki kepercayaan diri dan kemampuan yang cukup untuk menghadapi gerombolan babi hutan tersebut.
Davina berteriak “Lihatlah! Aku akan membuat kalian menyesal!”
Pada saat bersamaan Davina mengangkat tongkat sakti yang diberikan oleh gurunya tinggi-tinggi sambil merapal doa lalu mengayunkannya dengan pola gerakan tertentu. Terdengar suara berdenging memekakkan telinga dan pada saat bersamaan tiba-tiba waktu di sekitar mereka berhenti. Suasana sunyi senyap karena tak ada satupun benda yang bisa bergerak, termasuk udara dan daun-daun yang sedang jatuh melayang di udara. Burung-burung dan kupu-kupu yang sedang terbang di udara kepakan sayapnya juga berhenti sama sekali dan mereka melayang di udara. Tentu saja tubuh gerombolan babi hutan itu ikut-ikutan tidak bisa bergerak sama-sekali, sedangkan kesadaran mereka masih utuh. Sementara Davina dan trenggiling bebas bergerak.
Sang Celengking tampak heran dan membatin dengan gentar, “Apa yang terjadi? Mengapa waktu berhenti?”
Davina menatap tajam ke arah Sang Celengking dan berkata, “ Ini karena tongkat saktiku. Sekarang, aku akan menghentikanmu dan gerombolanmu.”
Para anak buah Sang Celengking menatap takut lalu berkata, “Apa yang akan kamu lakukan pada kami?”
Davina menatap ke arah anak buah Sang Celengking dan berkata sambil tersenyum, “Aku akan membuat kalian semua menyerah kepadaku.”
Dengan cepat, Davina mengambil tali dari tasnya dan dengan dibantu trenggiling mereka mengikat semua anggota gerombolan babi hutan yang berada di situ. Sang Celengking mencoba melawan, tetapi ia tidak bisa bergerak karena waktu berhenti.
Sang Celengking menatap kesal dan menyumpahi dalam hati, “Kau seharusnya tidak akan pernah menang melawan kami! Tapi mengapa ini bisa terjadi?”
Davina paham tatapan itu dan dia tersenyum penuh kemenangan lalu berkata, “Tapi aku mempunyai tongkat sakti ini, dan kalian semua tidak bisa bergerak karena waktu telah berhenti. Aku bisa melakukan apa saja yang aku inginkan.”
Setelah semua anggota gerombolan babi hutan berhasil diikat, Davina mengambil tali panjang dan mengikat mereka satu per satu mengelilingi pohon-pohon besar. Semenara pohon-pohon itu tempat bersarang semut-semut beracun yang ganas. Jika mereka terganggu bisa menyengat dan menggigit hingga korbannya sangat kesakitan dan bahkan tewas jika tak segera mendapat pertolongan..
Sang Celengking yang tinggi besar paling takut dengan jenis semut ini. Terlihat para semut di tas pohon sudah mulai bergerombol akan menyerang karena terganggu. Sang Celengking melihat bahwa situasinya sudah semakin sulit dan ia mulai panik. Ia memohon ampun dan meminta agar Davina dan Trenggiling mengampuninya. Namun, para semut di atas pohon semakin dekat dan siap menyerang.
Sang Celengking dan anak buahnya terdiam gemetar ketika mereka melihat gerombolan semut itu. Mereka mulai merasa takut karena mereka tahu betapa berbahayanya semut jenis ini. Sang Celengking berkata dengan gemetar, “Ini adalah semut jenis Formica archboldi. Mereka sangat berbahaya dan memiliki sengat yang sangat kuat. Kita harus pergi dari sini sekarang juga!”
Namun, sudah terlambat. Para semut sudah mulai bergerak dan siap menyerang karena merasa terganggu. Sang Celengking dan anak buahnya mulai merintih-rintih dan memohon ampun. Bahkan Sang Celengking sampai kencing di tempat saking takutnya. Davina dan Trenggiling hanya bisa menahqn tawa melihat adegan tersebut.
Davina dan Trenggiling geli melihat reaksi Sang Celengking yang tinggi besar tapi ternyata bermental pengecut dan paling takut dengan jenis semut ini. Davina berkata dengan nada merendahkan, “Kamu yang selalu mengancam dan menakut-nakuti orang lain sekarang ketakutan dengan sekelompok semut kecil. Memalukan sekali!”
Trenggiling juga menambahkan, “Kamu harus belajar untuk merendahkan hatimu dan tidak selalu menggunakan kekuatan untuk menakuti orang lain. Semua makhluk di dunia ini layak untuk dihormati dan dihargai, termasuk semut kecil yang selama ini kamu remehkan.”
Davina berkata, “Kita tidak akan pernah tahu bahwa semut-semut ini akan menjadi penyelamat kita. Mungkin ini adalah balasan untuk perlakuan buruk kalian terhadap kami.”
Trenggiling kembali menambahkan, “Sangat penting untuk selalu berperilaku baik pada semua makhluk hidup di sekitar kita. Siapa tahu mereka bisa menjadi teman dan penyelamat kita suatu saat nanti.”
Sang Celengking dan anak buahnya mengangguk-anggukkan kepala mereka dengan penuh penyesalan, mereka sadar bahwa mereka harus belajar menghormati makhluk hidup di sekitar mereka dan berhenti bersikap sombong dan kasar. Mereka merasa malu dan menyesal atas perbuatannya. Mereka menyadari bahwa kekuatan bukanlah segalanya dan ada hal-hal yang lebih penting di dunia ini seperti kesederhanaan dan kebaikan hati. Mereka berjanji untuk berubah dan meminta Davina dan Trenggiling untuk mengampuninya.
Davina dan Trenggiling pun melepaskan gerombolan babi hutan dan merelakan Sang Celengking dan anak buahnya pergi dengan tangan kosong. Setelah itu, ia memerintahkan mereka untuk pergi dari wilayah tersebut dan berjanji tidak akan mengganggu Trenggiling lagi atau hewan lainnya. Mereka harus benar-benar memperbaiki diri dan berbuat baik kepada semua makhluk di sekitarnya. Jika masih ada kabar bahwa mereka berbuat onar lagi, tidak segan-segan Davina akan datang dan menghukum mereka dengan sungguh-sungguh. Mereka lalu berjanji memenuhi permintaan Davina dan pergi meninggalkan wilayah itu dengan rasa jirih dan takut.
“Selesai! Sekarang, mari kita pergi Trenggiling,” kata Davina tersenyum puas.
“Terima kasih, Davina. Kamu sangat berani dan hebat,” kata Trenggiling terharu.
Davina tersenyum dan berkata, “Kita harus saling membantu. Kita adalah sahabat sejati, bukan?”
“Ya, tentu saja. Kamu adalah sahabat terbaikku,” balas Trenggiling juga tersenyum..
Trenggiling merasa dirinya kini bukan trenggiling yang dulu. Sekarang dia telah menjadi pribadi baru yang penuh semangat dan percaya diri. Bersam Davina dia siap menghadapi segala rintangan dan menolong yang lain. Davina dan Trenggiling kemudian pergi meninggalkan wilayah tersebut dengan perasaan lega dan senang. Mereka tahu bahwa ke depannya masih banyak tantangan yang harus dihadapi, tapi mereka yakin bahwa mereka dapat mengatasinya dengan bantuan satu sama lain.
Hikmah dari cerita ini adalah pentingnya menghormati semua makhluk hidup di sekitar kita. Davina dan Trenggiling menunjukkan sifat rendah hati dan kebaikan hati ketika mereka membantu Sang Celengking meskipun sebelumnya mereka sering dibuli oleh gerombolan babi hutan tersebut.
Sang Celengking dan anak buahnya juga belajar pelajaran berharga tentang pentingnya sikap rendah hati dan menghormati makhluk hidup lainnya. Mereka merasakan akibat buruk dari perilaku mereka yang sombong dan kasar.
Cerita ini mengajarkan kita bahwa dengan memiliki sikap yang baik dan menghargai makhluk hidup lainnya, kita dapat membangun hubungan yang positif dengan dunia sekitar kita dan juga mendapat manfaat dari hal tersebut. Selain itu, cerita ini juga mengajarkan kita untuk tidak mudah merasa takut dan rendah diri tetapi juga jangan pernah meremehkan siapa pun, karena semua makhluk hidup mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.